Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara
Hari ini, Kamis 04 Maret 2021 suasana kerja terasa begitu semarak. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya ASN di Lingkup Pemerintah Kabupaten Trenggalek menegenakan pakaian adat tradisional. Hal tersebut didasarkan oleh adanya Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 57 Tahun 2020 Tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara. Bapak Bupati sendiri menyampaikan dalam sebuah artikel yang dimuat di https://bangsaonline.com/ bahwa ketentuan untuk mengenakan baju adat setiap Hari Kamis bagi ASN merupakan salah satu upaya untuk menciptakan budaya baru di Kabupaten Trenggalek. Selain diharapkan dapat menghilangkan rasa bosan ketika setiap hari harus mengenakan seragam ASN, program ini juga diprediksi akan memicu pertumbuhan ekonomi lokal berbasis kearifan lokal budaya Trenggalek.
Pakaian Dinas Adat Trenggalek yang selanjutnya disebut Pakaian Dinas Adat adalah pakaian dinas yang bernuansa adat dan budaya khas masyarakat Trenggalek. Sebagaimana arahan dalam Perbup terbaru tersebut ASN laki-laki mengenakan Baju Surjan/ Beskap Warna Gelap/ Lurik/Kembang Coplok dengan Blangkon Kalijagan/ Suropaten serta Jarit Kain Batik Panjang Motif Trenggalek serta Selop Hitam sebagai alas kaki. Sedangkan bagi ASN perempuan diarahkan untuk mengenakan Kebaya Lengan Panjang Bahan Polos/ Lurik serta Jarit Kain Batik Panjang Motif Trenggalek dan sepatu pantofel warna hitam. Bagi yang berjilbab maka jilbab yang dikenakan adalah jilbab tidak bermotif/ polos dengan warna menyesuaikan. Sebagai ASN baik pegawai Laki-laki maupun perempuan tentu juga harus mengenakan atribut berupa Lencana KORPRI dan Papan Nama.
Saya sendiri sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang berada di tengah-tengah rekan PNS saat mengikuti apel pagi merasakan spirit budaya yang begitu membuncah. Bersama spirit tersebut terselip optimisme bahwa dengan konsistensi serta internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pakaian Dinas Adat yang dikenakan tentu pakaian adat tradisional sebagai warisan budaya nenek moyang keberadaanya akan lestari, berkembang dan dikenal masyarakat luas baik dikancah regional, nasional hingga internasional. Di sisi lain optimisme yang tengah saya rasakan terbentur dengan sebuah tanda tanya besar: “Bagaiamana mewujudkan konsistensi dan internalisasi pada Pakaian Dinas Adat yang dikenakan ASN di Lingkup Pemerintah Kabupaten Trenggalek??”
Berbicara mengenai konsistensi, dengan ditetapkannya Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 57 Tahun 2020 Tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara maka bisa dikatakan bahwa dasar dan kepastian hukumnya sudah sangat jelas serta bersifat mengikat pada seluruh ASN. Selebihnya keteladanan dari pimpinan kerjalah yang akan mengambil peran penting sebagai bahan bakar yang akan terus menghidupi spirit konsistensi bagi seluruh ASN. Tentu tanpa mengesampingkan upaya-upaya penegakan disiplin bagi ASN yang tidak mengikuti ketentuan dalam Perbup yang telah ditetapkan. Melalui ketiga hal tersebut saya pribadi meyakini bahwa konsistensi dapat terwujud.
Lain halnya dengan konsistensi, mewujudkan Internalisasi rasanya membutuhkan daya dan upaya yang lebih besar. Dibutuhkan serangkaian tahapan yang harus kita lalui untuk dapat dikatagorikan sebagai ASN yang mampu menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pakaian Dinas Adat. Berikut merupakapan tahap-tahap internalisasi menurut Soedijarto (1993):
- Pengenalan dan Pemahaman
Mengetahui sebanyak mungkin informasi mengenai Pakaian Dinas Adat Trenggalek menjadi salah satu hal mutlak bagi ASN di Lingkup Pemerintah Kabupaten Trenggalek. Berikut bebapa contoh pertanyaan sederhana sebagai pemantik yang jawabannya dapat kita telusur melalui beberbagai media baik yang bersifat daring maupun luring.
- Apa yang dimaksud dengan pakaian adat?
- Mengapa suatu pakaian dapat dikatakan sebagai pakaian adat?
- Apa pakaian Adat Masyarakat Trenggalek?
- Apa yang khas pada pakaian Adat Masyarakat Trenggalek dibandingkan denga pakaian adat daerah lain?
- Secara rumpun kebudayaan, ke daerah manakah pakaian Adat Masyarakat Trenggalek berkiblat?
- Apakah pakaian yang digunakan mengandung makna atau sejarah tertentu?
- Pada makna dan sejarah tersebut hal apa yang dapat kita teladani atau jadikan nilai (value) dalam kehidupan sehari-hari?
Kemauan dan kemampuan untuk bertanya terhadap hal-hal baru harus kita akui mulai tidak populer dikalangan kita sehingga kita enggan melakukannya. Coba kita refleksikan kembali pengalaman kemarin ketika kita menerima himbauan untuk mengenakan pakaian adat setiap Hari Kamis, respon apa yang pertama kali muncul di benak kita? Apakah kita menerima begitu saja sebagai sebuah instruksi untuk dipatuhi? Mengeluhkannya karena harus mempersiapkan pakaian yang jarang/ tidak lazim digunakan dalam keseharian? Atau memcoba mencari tahu apa esensi dari kebijakan ini serta mengulik pesan tersirat pada pakaian adat yang penuh dengan nilai-nilai kearifan?
- Penerimaan
Tahapan setelah kita mengenal dan memahami nilai-nilai dalam Pakaian Adat Trenggalek adalah penerimaan. Tentunya hal ini akan terjadi ketika kita meyakini bahwa nilai-nilai kearifan yang melekat pada pakaian adat Trenggalek serta adanya kebijakan untuk menjadikannya sebagai Pakaian Dinas Adat memuat nilai (value) positif yang kita butuhkan untuk dapat menjaga harmoni kehidupan dengan berpegang pada nilai-nilai budaya yang adi luhung. Misalnya kita menerima nilai dari Pakaian/ Surjan Lurik dengan corak/ motif Telupat. Maka pakaian yang kita kenakan dapat berperan sebagai pengingat pada Pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa karena kita memahami dan menerima bahwa Corak Telupat berarti memiliki lajur telu=3 dan papat=4 yang ketika dijumlah menjadi pitu=7 yang berarti “Pitulungan/ Pertolongan”. Yang harus kita pahami bersama, bahwa proses penerimaan tersebut bukanlah sebuah tindakan kultus atau peng-imanan terhadap materi selain Tuhan, melainkan menerimanya sebagai sebuah nilai yang mampu menjadi pengingat untuk menjaga harmoni kehidupan.
- Pengintegrasian
Tahap terakhir adalah kondisi dimana kita telah memasukkan nilai dalam keseluruhan sistem nilai yang kita anut. Tahap ini ditandai dengan upaya memegang teguh dan membela nilai yang telah kita yakini. Dengan kata lain nilai-nilai kearifan yang tersirat dalam Pakaian Dinas Adat telah menjadi bagian dari kata hati dan kepribadian kita sebagai bagaian dari masyarakat yang berbudaya.
Sebagai penutup tulisan ini mari kita bersama-sama memulai sebuah langkah baru untuk lebih memaknai dan sebisa mungkin mendulang pembelajaran pada setiap hal yang kita jalani. Tidak terkecuali dengan diterapkannya Perbup yang memuat ketentuan Pakaian Dinas Adat ini, “tentunya kita menginginkan kebijakan yang tidak berhenti sebatas pada dokumentasi dan uforia semata. Kita tidak berharap Pakaian Dinas Adat yang kedepan akan rutin kita kenakan setiap Hari Kamis berhenti sebatas atribut yang kering tanpa makna.”
Lampiran : peraturan Bupati Trenggalek Nomer 57 Tahun 2020 :
oleh : Agus Setyawan (Assesor SDM Aparatur di BKD Trenggalek)
Referensi:
Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka. h. 151.
https://bangsaonline.com/berita/87653/%E2%80%8Bini-program-100-hari-kerja-bupati-trenggalek#.YD9p-zROlqQ.whatsapp , Diakses pada 04 Maret 2021